Uncategorized

Jejak Pertama di Papandayan

Mendaki gunung menurut saya adalah kegiatan yang selalu ingin saya lakukan sedari dulu, tetapi karena satu dan lain hal, anehnya saya selalu punya alasan untu tidak untuk melakukannya.

Sebenarnya sejak kecil saya sudah lekat dengan nama-nama gunung di Indonesia. Hal ini karena sejak kecil, lingkungan dan nama jalan di rumah saya di Yogyakarta dinamai dengan nama-nama gunung di Indonesia. Berawal dari nama dua jalan utama yaitu Merapi dan Merbabu, dilanjutkan dengan Agung, Kelud, Lawu, Rinjani, Bromo, Semeru, Wilis, dan Sundoro. Bahkan dari depan rumah saya pun terlihat betapa gagahnya sang Merapi yang selamanya akan selalu setia bersanding dengan Merbabu.

Dan setelah 32 tahun penuh alasan untuk tidak, akhirnya saya memutuskan untuk melakukan pendakian gunung untuk pertama kali di Papandayan. Sebenarnya cukup lama saya merenung untuk melakukan pendakian ini, namun setelah beberapa hari, terbesit keyakinan bahwa harta dan materi adalah hal yang bisa dicari, tetapi waktu yang terlewat taakan pernah kembali lagi. Gas!

Banyak orang bilang, ragu-ragu adalah hal yang manusiawi dirasakan ketika kita melakukan suatu hal untuk pertama kali, dan itupun yang saya rasakan saat itu.

Perjalanan ini berawal dari ajakan Ramadhani, seorang teman yang tak kenal rasa lelah dan takut untuk melakukan hal-hal ekstrim. Dia mengajak saya untuk mendaki Gunung Papandayan di Garut, katanya gunung ini sangat cocok untuk pemula seperti saya. Selain itu, hobi saya dalam menerbangkan drone dan fotografi juga menjadi alasan utama saya untuk melakukan pendakian ini.

Kemudian untuk urusan personil, saya bertanya pada Ramadhani siapa saja yang ikut, dia bilang gampang dan akan carikan personilnya. Hari berganti, dan akhirnya terkumpul 3 orang teman yang akan berangkat dengan menggunakan jasa open trip yang cukup dikenal, Tiga Dewa.

Persiapan yang saya lakukan bisa dibilang cukup minim, karena sebenarnya saya hampir tidak ada persiapan sama sekali. Hal ini karena saya sibuk memikirkan alat-alat apa saja yang sekiranya diperlukan untul perjalanan ini, alhasil waktu habis untuk berandai-andai.

Jujur saya cukup gugup dalam pendakian pertama saya ini.

Hingga akhirnya karena alasan waktu yang mepet, saya memutuskan untuk menyewa dulu alat-alat pendakian saya di salah satu persewaan alat outdoor di Kemayoran.

Malam Pertama

Perjalanan dimulai pada Jumat malam, sepulang kantor saya langsung meluncur ke tempat persewaan alat pendakian, dan melanjutkan ke kosan untuk packing. Bermodalkan Youtube saya menyusun alat-alat yang akan saya bawa ke dalam carrier, dari sleeping bag, drone, dan alat-alat lain saya susun secara seksama agar ringkas dan ringan ketika dibawa.

RSU UKI Cawang menjadi meeting point pendakian kali ini. Saya dan teman-teman sepakat bertemu di sana sebelum pukul 22.00 WIB. Saat itu saya tiba duluan, disusul dengan teman saya lainnya. Lalu setelah kami berempat bertemu, kami langsung melapor dan absen kepada Iqbal dan Uta, leader pendakian kali ini.

Setelah seluruh peserta diabsen dan lengkap, kami langsung berjalan menuju mobil Elf yang sudah disiapkan untuk melanjutkan perjalanan ke Garut.

Bersambung.

Perjalanan dan Manusia

Epilog: Untuk Jakarta dan Seluruh Isinya

Bicara tentang berbicara, banyak orang bisa melakukannya. Berawal dari paru-paru yang menghembuskan udara yang menggetarkan pita suara untuk menghasilkan frekuensi nada lemah yang nantinya diamplifikasi oleh organ-organ resonansi sehingga memiliki warna yang khas agar bisa diartikulasikan sebagai bahasa oleh bibir dan lidah. Otak berperan sebagai pemberi koma agar bahasa bisa lebih dimengerti.

Selain berbicara, ada hal lain yang jauh lebih penting: mendengarkan. Secara fisiologis proses mendengar lebih sederhana ketimbang berbicara, dimana gendang telinga menangkap frekuensi suara yang nantinya akan diartikan oleh otak.

Namunpada kenyataannya, mendengarkan jauh lebih esensial dalam suatu perbincangan. Mengapa? karena dengan mendengar, kita bisa mendapatkan sudut pandang lain akan suatu hal, dan menghindarkan kita dari asumsi.

Dalam 31 hari ini aku mencoba untuk menelisik lebih dalam pada salah satu komponen terpenting di Jakarta: manusia. Aku ingin mengerti alasan atas hal-hal yang mereka lakukan dengan profesinya. Mendengarkan mengapa mereka memilih hidup dalam alasan yang ada, dan bagaimana mereka menjaganya agar tetap menyala. Karena menurutku mengapa lebih penting daripada apa.

Dalam 31 hari ini pula akhirnya aku tahu ada hal menarik dibalik riuhnya Jakarta, kumpulan hal menarik yang belum aku ketahui sebelumnya.

Dalam 31 hari ini aku ingin menunjukkan bahwa ada pelangi di balik mendungnya Jakarta. Lihat warnanya, dan jawab tantangannya.

Terima kasih untuk Jakarta dan seluruh isinya, dan untuk Dia yang menciptakan segalanya.

***

Terima kasih banyak untuk selir-selir yang selama 31 hari penuh berjuang melawan kantuk di tengah tugas-tugas kuliah demi berjalannya #31HariMenulis, kalian luar biasa.

Terima kasih, terima kasih, terima kasih! 

 

Photo by: @boylagi

Perjalanan dan Manusia

Waisak: Harapan yang Mengudara

Malam di Magelang kali ini sedikit berbeda. Cahaya temaram terlihat berpendar di salah satu sisi ufuk. Kebetulan malam itu langit cerah, hampir tidak ada awan, hanya bulan dan titik-titik bintang.

Cahaya itu berasal dari harapan-harapan yang mengudara. Berawal dari Borobudur,menuju ke tempat lain yang tak kita kira. Lewat lampion manusia mencoba menyampaikan keluh dan harap kepada Penciptanya.

Dan malam ini aku menjadi salah satu dari manusia-manusia yang berusaha berbicara kepada-Nya lewat jalan yang berbeda.

Perjalanan dan Manusia

Jakarta dan Jalanannya

Kondisi jalan di Jakarta ketika sore benar-benar tidak bisa dibilang nyaman. Kendaraan bermotor berjejal memenuhi ruang jalan yang ada, membuat lampu lalu lintas seakan tak punya arti. Belum lagi polusi udara yang membuat kita susah payah menahan nafas.

Sore itu cukup gila menurutku, waktu pulang kantor memang saat dimana emosi orang-orang memuncak. Ketika kendaraan di depanku sedikit melambat, raungan klakson orang-orang di belakangku seperti membentak tidak terima. Mungkin mereka pikir dengan klakson mereka bisa membantu kendaraan di depannya untuk berjalan lebih cepat.

Aku saat itu sedang membonceng motor temanku. Tangan kananku memegangi tas selempang hitam yang biasa aku gunakan ke kantor, sedangkan tangan kiri memegang HP untuk melihat Google Map. Saat itu kita sedang menuju ke Mangga Dua untuk komplain tentang adapter lensa yang ku beli tadi siang yang nampaknya rusak.

Karena kami masih tidak tau jalan ke tujuan, aku seringkali melihat ponsel di tangan kiri ku untuk mengetahui lokasi.

Ketika kami tiba di perempatan lampu merah, tiba-tiba ada ibu di sampingku yang memanggilku.

“Mas, mas”, panggilnya.

“Hah?! iya bu ada apa ya?”, tanyaku dengan nada cukup kaget.

“Engga mas, cuma mau mengingatkan aja. HP nya mending dimasukkin deh, takut kalo ntar kecopetan”, tuturnya dengan suara yang kurang jelas ditelan kebisingan suara kendaraan saat itu.

“Oh, baik bu, terima kasih sudah mengingatkan”, jawabku dengan sedikit berteriak.

Ternyata, di tengah kacaunya jalanan Jakarta, masih ada orang yang peduli dengan sesamanya. Aku yang berasal dari daerah yang katanya orang-orang nya toleran dan peduli sesama saja tidak pernah mengingatkan seperti ibu tadi.

Wah aku malu…

Perjalanan dan Manusia

Ismi Melinda: Wanita, Bela Diri, dan Estetika

Namaku Ismi, dulu waktu kecil sering dipanggil Nyai, mungkin karena aku orang Sunda yah? hahaha. Sebagai teteh yang punya dua adik cowo, mungkin orang lain melihat aku galak dan suka mengatur, tapi nggak seperti itu kok. Karena kebetulan aku dibesarkan di keluarga yang cukup religius, menurutku semua orang boleh bebas melakukan segala hal, asalkan dia tau batas dan bisa menjaga diri, ya nggak sih?

Cukup kontras mungkin kalau melihat latar belakangku dulu dengan aku saat ini. Aku juga sempat heran sih, dulu aku kuliah Administrasi Niaga, tapi ngga tau kenapa kok sekarang nyangkutnya di dunia hiburan hahaha, ngalir aja gitu kesannya. Oh iya, sebelum fokus ke dunia bela diri dan hiburan, aku dulu juga sempat nyanyi lho hahaha, tau nggak aku juga pernah punya single judulnya Selingkuh, tapi ya sehabis itu ngga aku lanjutin lagi karena ada masalah dengan label rekamannya. Pokoknya ngga akan balik lagi deh kesitu hahaha.

Hmm pertama kali aku tertarik dengan bela diri berawal dari saat aku diajak Muay Thai sama PH ku saat itu. Nah mulai saat itu aku tertarik dengan dunia bela diri, mungkin karena mereka juga bilang kalau cewe action besok bakal banyak dicari, itu jamannya sebelum The Raid ada lho, eh ternyata bener sekarang memang banyak dicari.

Setelah beberapa waktu berlatih Muay Thai, aku berpikir untuk lebih memperluas ilmu ke cabang bela diri yang lain.

Dari situ aku mulai mencari-cari yang lain, kebetulan saat itu aku juga ada dalam acara Jejak Pendekar di salah satu televisi swasta. Acara ini benar-benar mengeksplorasi beragam seni bela diri yang ada di nusantara, terutama Pencak Silat. Dari acara itu, aku mulai menyadari akan keindahan Pencak Silat, dimana Pencak Silat ternyata memiliki gerakan-gerakan yang sangat beragam dan penuh estetika. Hal itulah yang membuatku jatuh cinta dengan Pencak Silat hingga saat ini.

Pencak Silat itu sangat berwarna lho. perguruan Pencak Silat di sekitaran Jakarta saja jumlahnya bisa 50 lebih, itu belum termasuk yang di bumi Pasundan, Sumatera, dan tempat-tempat lain. Bayangkan berapa coba jumlahnya di seluruh Indonesia? banyak sekali mas! hahaha. Tiap-tiap perguruan itu pasti memiliki gaya tarung dan kuda-kuda yang berbeda, bahkan di masing-masing perguruan pasti punya jurus pamungkas yang berbeda pula antara satu dengan lainnya. Menurutku keberagaman Pencak Silat itu adalah hal utama yang membuatnya indah.

Aku sebenarnya heran, kenapa Pencak Silat di Indonesia malah kurang diminati. Padahal didalamnya terdapat hal-hal yang lebih beragam dibandingkan aliran bela diri lain. Dalam Silat sendiri juga terdapat gerakan-gerakan yang ada di aliran lain lho, cuma mungkin beda nama aja. Misal ada gerakan armbar di Brazilian Jiu Jitsu, nah di Silat kita menyebutnya kuncian tangan, dan banyak lagi yang lainnya.

Ada cerita saat aku terlibat di acara Jejak Pendekar, aku baru tahu ternyata banyak perguruan Pencak Silat yang memilih untuk merahasiakan jurus-jurus yang mereka miliki dan menolak untuk dipublikasikan. Mungkin karena dulu saat jaman penjajahan namanya Pencak Silat itu benar-benar dirahasiakan, karena akan berbahaya ketika kita ketahuan sedang mempelajari Pencak Silat. Padahal menurutku Jejak Pendekar itu adalah momen yang tepat lho untuk menunjukkan kepada dunia betapa indahnya Pencak Silat yang kita miliki.

Aku sendiri hingga saat ini masih terus mendalami Pencak Silat. Kebetulan aku dilatih oleh kang Yayan Ruhian, kita sama-sama orang sunda jadi ngobrol dan latihannya lebih nyambung gitu hahaha! Aku berharap semoga besok kita bisa ada dalam satu frame, amin!

Untuk masalah cidera mungkin aku tidak terlalu takut sih hahaha, udah biasa mah kalo namanya bela diri cidera. Sebagai orang yang bekerja di dunia hiburan memang penting sih menjaga kondisi tubuh kita, tapi menurutku asalkan kita tahu tekniknya, kita tentu bisa meminimalisir cidera yang mungkin akan kita terima. Tentu hal ini juga tidak lepas dari doa yang selalu diberikan oleh Ibuku di rumah, ini penting sekali lho mas! Bahkan di tiap kegiatan yang aku lakukan aku selalu menyempatkan untuk menelpon dan meminta doa restunya.

Kenapa bisa sampai di titik ini aku juga tidak tahu mas, istilahnya aku jalani saja lah jalan yang sudah digariskan oleh-Nya. Prinsip ku satu, ketika kita menjalani usaha apapun dengan tujuan memuliakan orang tua, maka jalan  yang kita tempuh akan selalu dimudahkan, amin! (Ismi, 2017)

#31HariMenulis

Perjalanan dan Manusia

Jakarta dan Sepiring Nasi

Kalau mas perhatikan, rata-rata nasi goreng dengan gerobak seperti ini rasanya tidak jauh beda kan? Itu karena memang kita sebelumnya berkumpul di satu tempat yang sama untuk mengambil gerobak dan bahan-bahan baku untuk dibawa keliling nanti. Nah itulah kenapa rasa nasi gorengnya hampir sama.

Kamu bisa panggil aku Ilham mas, Ilham Setiadi. Aku berjualan nasi goreng baru-baru saja kok mas, baru beberapa bulan lalu saat bengkel tempat saya bekerja sebelumnya tutup. Dasar memasak pun saya tidak ada mas, tau masak seperti ini juga awalnya karena diberi tahu oleh bos. Tinggal nyampur-nyampur aja kok hahaha.

Saya berangkat sore mas, sehabis maghrib hingga jam tiga pagi. Keliling di sekitaran salemba, cempaka putih, dan di sekitar tempat mas ini. Teman-teman juga sudah punya wilayah keliling masing-masing, bahkan ada yang keliling sampai di daerah Rawamangun yang cukup jauh dari sini.

Sehari aku paling banyak bisa menjual 40 piring mas, ya itu termasuk nasi dan mie. Apes-apesnya kalau pas hari hujan, itu untuk menjual 15 piring aja sudah syukur banget. Yah bisa nutup kebutuhan sehari-hari lah mas setelah dikurangi setoran.

Suka duka pasti ada mas, dari tidak dibayar hingga diganggu hantu. Tapi ya namanya hidup di Jakarta, tidak boleh banyak mengeluh. (Ilham, 2017)

Perjalanan dan Manusia

Jakarta, Impian, dan Realita

Banyak orang bertanya mengapa aku menyukai desain interior. Mengapa? karena bagiku dunia desain itu adalah satu dunia yang penuh dengan tantangan, satu dunia yang terus menerus bergulir dan tak akan pernah berhenti berproses. Walaupun sebenarnya ya, dunia desain interior ini kejam sekali lho, tugas-tugas dan revisi abadi akan selalu menghantui jam-jam lemburmu yang mungkin di akhir terasa tak berarti. Ekstrimnya, terkadang aku menganggap dunia desain interior ini layaknya seorang pacar yang selalu menyakiti kita, namun tidak tahu kenapa, kita tetap saja tidak bisa meninggalkannya.

Aku waktu kecil punya mimpi untuk menjadi detektif, karena menurutku seorang detektif itu keren dan bisa menjawab semua misteri yang ada. Walau nampaknya realita saat ini cukup berbeda ya? hahaha.

Kalau ditanya desain apa yang ingin aku buat saat ini untuk Jakarta, mungkin aku akan menjawab desain apartemen. Sebenarnya aku saat ini benci dengan apartemen-apartemen karena mereka merusak alam dan struktur tanah, tapi justru hal inilah yang menyebabkan desain apartemen saat ini lebih dibutuhkan. Alasannya sederhana, populasi manusia selalu bertambah, namun lahan akan selalu tetap jumlahnya.

Sebuah desain interior yang ideal menurutku harus mempertimbangkan beberapa hal. Dia harus unik, terkonsep, dan yang paling utama, desain tersebut harus user oriented.

Tantangan terbesar dari sebuah desain adalah ketika ia dihadapkan dengan realita. Bagiku, desain sebagus apapun akan sia-sia ketika dia tidak bisa diwujudkan dan dimanfaatkan. Desain menurutku bagaikan sebuah impian yang harus siap berhadapan dengan realita yang ada. Misal ada seseorang yang ingin menggambar sebuah meja. Impiannya berkata bahwa dia akan membuat sebuah meja yang bisa terbang. Namun jika melihat realitanya, membuat sebuah meja yang bisa terbang adalah hal yang sulit diwujudkan bukan?

Namun aku percaya satu hal: Kata ‘sulit’ dan ‘tidak mungkin’ masing-masing memiliki makna yang berbeda.

Kunci seseorang untuk maju itu menurutku ada dua. Pertama, dia harus mencari lingkungan yang dipenuhi oleh orang-orang yang positif. Kedua, dia harus terus-menerus haus akan ilmu. Dumbeldore berkata, keingintahuan bukanlah sebuah dosa, karena dengan keingintahuan yang besar, kita bisa memperkecil jarak antara impian dan realita. (Nadia, 2017)

Perjalanan dan Manusia

Aku: Jakarta dan Biasanya

Hari ini berjalan cukup biasa. Semangatku tinggi ketika bangun pagi. Kemudian seperti biasanya. Dingin ini membuat malas melangkah mandi.

Seperti hari-hari biasanya. Aku selalu lapar ketika pagi. Kemudian seperti biasanya. Dompet ini terasa ringkas di akhir bulan.

Cuaca juga seperti biasanya. Matahari cerah menghangatkan. Namun seperti biasanya. Datang hujan bersama angin.

Karena seperti biasanya. Tesis selalu datang dengan antitesis.

Kemarin libur. Besok masuk.

Perjalanan dan Manusia

Jakarta dan Menikmati Proses yang Ada

Esensi dari touring adalah menikmati proses perjalanan yang di lalui. Entah itu macet, lancar, mogok, atau apapun itu, itulah yang membuat perjalanan menjadi menyenangkan.

Bogor adalah kota kelahiranku, di Bandung aku sekolah, hingga akhirnya Jakarta menjadi tempatku bekerja saat ini sebagai surveyor satu perusahaan distribusi gas.

Diluar pekerjaanku itu, aku memiliki hobi touring dengan satu komunitas motor Honda CB. Hobi ku ini kuanggap sebagai proses pembentukan jati diri, dan membuat kita paham akan arti kawan yang sebenarnya. Karena dalam satu perjalanan, banyak suka duka yang dirasakan bersama-sama.

Aku pernah touring membelah Jawa bersama komunitasku. Berangkat dari Jakarta, ke Purwokerto, hingga akhirnya sampai di Surabaya. Jarak itu kutempuh setidaknya 4 hari. Jika lelah, aku mampir di kota-kota kecil yang kulalui dan menumpang tidur kawan-kawan komunutas CB disana.

Selagi muda kita harus menjelajah ke tempat-tempat yang jauh, merasakan apapun yang belumnpernah kita rasakan. Hal ini menurutku bukan keluar dari zona nyaman, tapi justru bisa memperluas zona nyaman yang kita miliki.

Dimulai dari Jakarta, ke antah berantah yang belum dicapai sebelumnya. (Tyo, 2017)

 

 

Perjalanan dan Manusia

Edisi Khusus: Jakarta, Jogja, dan Kunto Aji

Aku Aji, aku suka nyanyi, aku suka bikin lagu, aku suka berbisnis, dan aku selalu suka dengan Istriku.

Semua kesukaanku ini saling nyambung mas. Kalau dipikir-pikir, hobi ku bernyanyi selalu mendorongku untuk berkarya di dunia musik. Hal itu didukung oleh keinginanku berbisnis, makanya aku sekarang bikin label sendiri untuk membisniskan karya musikku. Tentu semua itu tidak lepas dari sosok istri hebat yang selalu memberikan dukungan kepadaku untuk terus maju.

Aku dulu lama tinggal di Jogja. Kota itu adalah kota penuh kisah, namun setelah keluarga besarku mencar-mencar, aku dan keluarga kecilku memilih untuk menetap di Jakarta. Lebaran tahun ini aku dan keluarga juga memilih untuk stay di Jakarta saja. Walaupun semikian, hingga saat ini aku masih cukup sering liburan ke Jogja untuk melupakan kepenatan dan hiruk pikuk ibukota.

Menurutku, Jakarta dan Jogja adalah dua kota yang paling istimewa.

Jakarta adalah kota perlabuhan dalam perjalanan hidup seseorang. Kota ini adalah medan perang untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang dulu pernah direncanakan melalui usaha keras dan perjuangan. Musisi Jogja lainnya seperti Sheila on 7 pun mengamini hal ini dalam salah satu lirik lagunya bukan?

Kalau bicara tentang Jogja, mungkin itu adalah salah satu tempat paling nyaman yang pernah ada. Kota dengan atmosfir yang sulit dijelaskan, namun menyenangkan untuk dirasakan. Kota ini selalu sukses membawa ku kembali ke masa-masa jaman kuliah dulu. Hal ini juga yang menjadi inspirasi ketika aku menuliskan lagu yang berjudul Akhir Bulan.

Bagiku Jakarta dan Jogja akan menjadi dua kota yang saling menyeimbangkan, baik dalam rasa maupun makna. (Aji, 2017)